Pertanyaan yang sering kita ungkapkan untuk menanyakan seseorang tentang dirinya atau diri kita sendiri. Siapa anda? siapa aku?. Apakah sama antara aku dengan si “aku” (sejati)?. Jika anda belum bias menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat, maka anda belum mengenal diri anda.
Konon, pengenalan diri ini berasal dari kata-kata Rasulullah SAW walapun banyak yang mempertentangkannya , “man ‘arafa nafsahu, Faqad ‘arafa Rabbahu” yang artinya “barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya”. (tapi dikalangan pejalan ruhani yang pernah bermimpi dengan Baginda Rasulullah SAW, konon, Beliau membenarkan hal tersebut).
Jadi, seberapa susah sebenarnya mengenal diri itu?. Seberapa pentingkah pengenalan diri itu sehingga orang mampu mencapai tujuan hidup yang hakiki, yang mengantarkan seseorang kepada tuhannya?. Apakah kita sudah yakin bahwa kita yang sekarang ini adalah kita yang sebenarnya yang kita harus kenali?
Baik, mari kita renungkan kisah berikut ini.
Dalam keadaan sakaratul maut, seseorang tiba-tiba merasa berada didepan sebuah gerbang dan mengetuk gerbangnya.
Tok, tok, tok..
Siapa disitu? (suara menyahut dari dalam).
Si manusia menjawab: ini saya tuan.
“siapa kamu?”
Wildan, tuan.
“Apa itu namamu?”
Benar, tuan.
“aku tidak bertanya namamu. Aku bertanya siapa kau?”
Eh.. saya anak lurah, tuan. (wajahnya mulai bingung).
“aku tidak bertanya anak siapa kau. Aku bertanya siapa kau?”
Saya seorang pejabat tuan,
“aku tidak bertanya pekerjaanmu. Aku bertanya: siapa kau?”
(dalam keadaan bingung, terlintas untuk menjawab dengan jawaban yang agamis sedikit)
Saya seorang muslim, dan saya pengikut Rasulullah.
“aku tidak bertanya tentang agamamu. Aku bertanya siapa kau?”
Begitu seterusnya pertanyaan “siapa kau?” it terus diajukan walau apapun jawabannya. Hingga ia gagal dan pergi dari pintu gerbang tersebut. Bayangkan. Hanya karna pertanyaan sederhana yang sering kita dengar dan kita lontarkan.
Sebenarnya ini disebabkan karena tradisi manusia yang mengidentitaskan dirinya dengan nama, pekerjaan, status, social, dan lain-lain yang biasanya tertera di kartu ID kita masing-masing.
Nama Wildan itu sebenarnya hanya permainan kata yang diciptakan manusia untuk manusia lainnya, tapi bukan untuk Tuhannya.
Begitu minimnya ilmu manusia itu sehinnga ia membutuhkan beberapa kata untuk mengenal satu sama lain. Padahal Allah menciptakan manusia dengan tanpa ada yang sama. Mulai dari zaman Adam AS hingga saat ini belum ada yang sama.
Mari kita renungi masing-masing, apalagi dalam kemerosotan iman di zaman modernisasi ini. Mari sama-sama kita menjunjung tinggi nilai-nilai islami didalam batin kita masing-masing. Bentengi diri dengan keimanan dan pengenalan diri sebagai hamba.
Semoga Allah melindungi kita dalam keimanan. Amin.