Minggu, 10 April 2011

Strategi Promosi Nabi Muhammad SAW

Rasulullah s.a.w. dalam perdagangannya lebih menekankan pada hubungan dengan pelanggan (Customer Relationship Management / Customer Experience Management) yang tidak hanya memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan tetapi juga memahami yang dipikirkan pelanggan.

Strategi promosi Rasulullah s.a.w. tersebut meliputi:
  1. Berpenampilan menawan.
  2. Membangun relasi.
  3. Mengutamakan keberkahan.
  4. Memahami pelanggan.
  5. Mendapatkan kepercayaan.
  6. Memberikan pelayanan hebat.
  7. Menjalin hubungan komunikasi
  8. Menjalin hubungan yang bersifat pribadi.
  9. Tanggap terhadap permasalahan.
  10. Menawarkan pilihan dalam pemasaran.

1. Berpenampilan menawan.
Penampilan Rasulullah s.a.w. sangat menawan dengan wajah yang tampan, muka yang ceria, telapak tangan yang lembut dan bau keringat yang harum. Diriwayatkan dari Al-Barra’ r.a., dia berkata Rasulullah s.a.w. berperawakan sedang, berpundak bidang, rambutnya lebat terurai ke bahu hingga ke kedua cuping telinga. Beliau pernah menggunakan pakaian berwarna merah. Aku tidak pernah sama sekali melihat orang lebih tampan daripada beliau (Bukhari dan Muslim). Demikian pula dari Anas bin Malik r.a., dia berkata : Rasulullah s.a.w. senantiasa ceria, keringatnya bagai kilau mutiara, apabila beliau berjalan langkahnya berayun, sutra yang pernah aku sentuh tidak ada yang lebih halus daripada telapak tangan Rasulullah s.a.w. dan minyak misik serta minyak ambar yang pernah aku cium tidak ada yang melebihi bau wangi Rasulullah s.a.w. (Bukhari dan Muslim). Menurut Al Ghazali, Rasulullah s.a.w. memandang pakaian sebagai penutup aurat dan penghias diri, seperti do’a yang beliau ucapkan ketika mengenakan pakaian dengan mengucapkan :”Segenap puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian padaku sesuatu yang dapat menutupi auratku dan dapat saya gunakan sebagai penghias diri terhadap orang lain.”

2. Membangun relasi/membangun silaturahim.
Nabi Muhammad s.a.w. menyatakan bahwa membangun silaturahim atau membangun relasi merupakan kunci keberhasilan dalam pemasaran. Dari Anas bin Malik r.a., katanya dia mendengar Rasulullah s.a.w., bersabda “Barangsiapa ingin supaya dimudahkan (Allah) rezkinya, atau dipanjangkan (Allah) umurnya, maka hendaklah dia memperhubungkan silaturahmi (hubungan kasih sayang)”(Bukhari). Rezki juga akan dilancarkan apabila mempunyai empat sifat sebagai pedagang. Dari Abu Umamah r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda :”Sesungguhnya seorang pedagang apabila mempunyai empat sifat pedagang, maka rezkinya akan lancar. Apabila ia membeli barang ia tidak mencela, apabila menjual ia tidak memujinya dengan berlebihan, apabila menjual ia tidak menipu dan apabila menjual atau membeli tidak bersumpah”(Ashbahani).

3. Mengutamakan keberkahan.
Nabi Muhammad s.a.w. lebih mengutamakan keberkahan daripada keberhasilan penjualan.
Dari Abu Hurarirah r.a., katanya dia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapus keberkahan” (Bukhari). Keberkahan juga dapat diperoleh jika menimbang atau menakar dalam jual beli. Dari Miqdam bin Ma’diytakriba r.a. dari Nabi saw, sabdanya : “Gantanglah (timbanglah) makananmu, kamu akan diberi berkah” (Bukhari).

4. Memahami pelanggan.
Nabi Muhammad s.a.w. sangat memahami pelanggannya. Ketika ratusan utusan datang pada Nabi setelah kemenangan kota Mekah, seorang diantaranya Abdul Qais, datang menemui Nabi. Selanjutnya, meminta agar mereka memanggil dan memberitahukan pemimpin mereka, yaitu Al-Ashajj. Ketika menghadap, Nabi pun mengajukan bermacam-macam pertanyaan, tentang penduduk berbagai kota dan urusan-urusan mereka. Secara khusus Nabi juga menyebutkan nama-nama Sofa, Musyaqqar, Hijar dan beberapa kota lainnya. Pemimpin mereka Al-Ashajj, sangat terkesan dengan pengetahuan luas yang dimiliki Nabi tentang negerinya sehingga ia mengatakan "Ayah dan ibuku akan berkorban demi Anda, karena Anda tahu banyak tentang negeriku dibanding aku sendiri dan mengetahui nama-nama lebih banyak kota di negeri kami daripada yang kami ketahui.” Bahkan Nabi mengetahui kebiasaan orang Bahrain, cara hidup penduduk Bahrain, cara mereka minum dan cara mereka makan".
 
5. Mendapatkan kepercayaan.
Nabi Muhammad s.a.w. untuk mendapatkan kepercayaan mengandalkan akhlaknya atau budi pekertinya. Dari ‘Atha’ bin Yasar r.a, katanya dia bertemu dengan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, lalu katanya : “Ceritakanlah kepadaku tentang sifat Rasulullah saw. Seperti yang tersebut dalam Kitab Taurat”.Jawab Abdullah, “Baiklah ! Demi Allah sesungguhnya Rasulullah saw. Telah disebut di dalam Kitab Taurat dengan sebagian sifat beliau yang tersebut didalam Al Qur’an : “Wahai, Nabi ! Sesungguhnya Aku mengutus engkau untuk menjadi saksi, memberi kabar gembira, memberi peringatan dan memelihara orang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan pesuruh-Ku. Aku namakan engkau orang yang tawakkal (berserah diri), tidak jahat budi, tidak kesat hati, tidak pula orang yang suka berteriak di pasar-pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi pemaaf dan memberi ampun. Dan Allah belum akan mencabut nyawanya sehingga dia menegakkan agama selurus-lurusnya, yaitu supaya mereka mengucapkan : “Laa illaaha illallaah” sehingga dengan ucapan itu Allah membukakan mata yang buta dan telinga yang tuli serta hati yang tertutup.” (Bukhari). Kepercayaan juga dibangun dari tidak adanya penipuan. Dari Abdullah bin Umar r.a., katanya : ”Seorang laki-laki bercerita kepada Rasulullah saw. Bahwa dia ditipu orang dalam hal jual beli. Maka sabda beliau ”Apabila engkau berjual beli, maka katakanlah : Tidak boleh ada tipuan.”(Bukhari).

6. Memberikan pelayanan hebat.
Nabi Muhammad s.a.w. memberikan pelayanan hebat kepada pelanggannya. Djabir r.a. berkata : Rasulullah saw, bersabda :”Allah merahmati kepada orang yang ringan jika menjual atau membeli dan jika menagih hutang.” (Bukhari).
Abu Qotadah r.a. berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : Siapa yang ingin diselamatkan Allah dari kesukaran hari qiyamat harus memberi tempo pada orang yang masih belum dapat membayar hutang atau menguranginya (Muslim).
Dari Hudzaifah r.a., katanya Nabi saw, pernah bersabda : “Para malaikat datang bertemu dengan ruh orang-orang yang sebelum kamu. Mereka bertanya, “Amal baik apa sajakah yang telah engkau laksanakan ?” Jawab orang itu, “Aku pernah memerintahkan kepada para pelayanku supaya mereka memberi janji kepada orang miskin dan bersikap lapang kepada orang kaya.”Lantas para malaikat itu memberikan kelapangan kepadanya (Bukhari).
Dan juga Hudzaifah r.a. berkata: Ketika dihadapkan kepada Allah seorang hamba yang telah diberiNya kekayaan dan ditanya : “Apakah yang kau lakukan terhadap harta kekayaan yang telah Aku berikan kepada kamu di dunia ?” Hudzaifah berkata : Dan mereka ketika itu tidak dapat menyembunyikan sesuatu apapun dari Allah. Maka jawab orang itu kepada Allah : “Tuhanku saya dahulu telah mendapat karunia berupa harta, maka saya telah melakukan hubungan dagang dengan orang-orang dan kebiasaan saya memaafkan meringankan kepada orang kaya dan memberi tempo orang yang tidak punya. Maka Allah berfirman: “Saya lebih berhak daripadamu untuk demikian. Maafkanlah hambaKu, Keterangan ini disambut oleh Uqbah bin Amir dan Abu Mas’ud bahwa kedua orang ini telah mendengar keterangan itu dari Rasulullah s.a.w. (Muslim).

7. Menjalin hubungan komunikasi.
Nabi Muhammad s.a.w. menjalin hubungan komunikasi (bermusyawarah) dengan baik agar tidak terjadi perselisihan antara orang melaksanakan jual beli. Dari Zaid bin Tsabit r.a. katanya ”Biasanya pada masa Rasulullah saw orang banyak berjual beli buah-buahan, setelah tiba waktu memtik dan bayar membayar, sipembeli mengatakan : buah ini busuk, kena penyakit, layu dan macam-macam kerusakan yang mereka jadikan alasan. Ketika mereka bertengkar sudah demikian rupa, Nabi saw. Bersabda : ’Jika begitu, janganlah Tuan-tuan berjual beli sehingga telah nyata benar buah itu baik.” Selaku orang yang suka bermusyawarah (berkomunikasi secara demokratis), beliau memimpinkan hal itu karena banyaknya terjadi pertikaian antara sesama mereka” (Bukhari).

8. Menjalin hubungan yang bersifat pribadi.
Dari Anas bin Malik r.a, katanya ”Pada suatu waktu ketika Nabi saw, sedang berada di pasar, seorang laki-laki memanggil beliau, katanya, ”Hai, Abu Qasim !” Nabi saw, melenggong kepadanya. Maka kata si laki-laki tadi. ”Saya memanggil orang ini.” Sabda Nabi saw. : ”Berilah nama dengan namaku, tetapi jangan kamu bergelar dengan gelarku.”

9. Tanggap terhadap permasalahan.
Nabi Muhammad s.a.w. tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi pelanggan. Rasulullah s.a.w. bersabda :“Allah mengasihi orang yang mudah dalam penjualan, pembelian, pelunasan dan penagihan. Barang siapa memberi penangguhan kepada orang yang dalam kesusahan (untuk membayar hutang) atau membebaskannya, maka Allah akan menghisabnya dengan penghisaban yang ringan. Barang siapa menerima kembali pembelian dari orang-orang yang menyesali pembeliannya, niscaya Allah membatalkan (menghapus) kesalahannya pada hari kiamat.” (Bukhari dan Muslim). Demikian pula permasalah yang terjadi pada orang lain, Nabi Muhammad s.a.w. tetap membantu menyelesaikan permasalah tersebut. Dari Jabir r.a. katanya : “Abdullah bin ‘Amru bin Harani meninggal dunia sedangkan ia mempunyai hutang. Saya minta tolong kepada Nabi saw. Supaya orang-orang yang mempiutanginya sudi meringankan hutangnya. Nabi s.a.w. Menyampaikan permintaan itu kepada mereka, tetapi mereka tidak mau memenuhinya. Nabi saw, bersabda kepadaku, “Pergilah atur kurma engkau bermacam-macam! Ajwah sebagian dan ‘Azqa Zaid. Kemudian beritahukan kepadaku kalau sudah selesai.” Lantas apa yang diperintahkan Nabi saw, itu saya laksanakan, dan setelah selesai kuberitahukan kepada beliau. Beliau duduk diatas atau ditengah tengah kurma itu, lalu beliau bersabda, “Nah, gantanglah untuk kaum yang berpiutang itu.” Lalu saya gantangi dan saya berikan secukupnya kepada mereka masing-masing Ternyata kurmaku yang tinggal tidak kurang satu jua pun dari semula.”

10. Menawarkan pilihan dalam pemasaran.
Nabi Muhammad s.a.w. menawarkan pilihan dalam memasarkan produknya. Dari Ibnu Umar r.a., dari Rasulullah saw., bahwasanya beliau bersabda : “Apabila dua orang telah melakukan jual beli, maka tiap-tiap orang dari keduanya boleh khiyar (memilih) selama mereka belum berpisah, dan keduanya masih berkumpul, atau salah satu dari keduanya telah memberi khiyar kepada yang lain, dan keduanya telah melakukan jual beli atas dasar khiyar itu, maka sesungguhnya jual beli itu haruslah dilakukan atas yang demikian. Jika keduanya telah berpisah sesudah melakukan jual beli, sedang yang satu lagi belum meninggalkan (tempat) jual beli. Maka jual beli itu harus berlaku demikian.” (Bukhari). Demikian pula dari Ibnu Umar r.a., katanya Nabi saw. Bersabda : “Dua orang yang jual beli boleh khiyar selama keduanya belum berpisah, atau salah satu diantara keduanya mengatakan kepada yang lain, “pilihlah !” Dan boleh jadi juga beliau mengatakan, “Atau jual beli itu dengan khiyar.” Kata Nafi’ : “Pernah Ibnu Umar apabila membeli sesuatu yang disenanginya, dia segera berpisah dengan penjualnya.” (Bukhari).
(http://msuyanto.com)